Home

Friday, May 13, 2011

Manginjak Garis Tengah Bumi

Posted by awaluddin jalil | On: , | 0 komentar




Berkunjung ke tempat yang menunjukkan letak geografis bumi membangun keinginan untuk terus menggali ilmu pengetahuan soal peta bumi, begitu pula saat berkunjung ke Tugu Katulistiwa.

Tugu Katulistiwa ini terletak di Jalan Poros Bontang-Samarinda, Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara. Tugu ini sebenarnya sudah cukup lama didirikan, persisnya tanggal 3 Juli 1993 saat Panglima ABRI masih dijabat oleh Jenderal Feisal Tanjung. Awal berdiri, seluruh bangunan terbuat dari kayu. Setelah berjalannya waktu, tugu ini mulai keropos. Selain kotor karena tidak terawat, bangunan ini jarang dikunjungi. Kurangnya kunjungan dimaklumi, sebab lokasi tugu tidak terlihat dari pinggir jalan. Meski hanya berjarak 200 meter, namun karena tertutup pohon, banyak orang tak mengetahui jika ada Tugu Katulistiwa.

Setelah dilakukan renovasi, perbaikan dilakukan secara menyeluruh. Bentuk asli bangunan dipertahankan. Namun kali ini dibuat permanen. Setelah selesai renovasi dengan biaya bantuan dari PT Kaltim Methanol Industri, tugu ini dibuka untuk umum.
Bangunan ini berbentuk lingkaran dan memiliki tinggi kurang lebih 30 meter. Di puncak bangunan dipasang arah mata angin dan posisi persis lokasi ini berdasar garis bumi, 00o 00’ 00” dan 117o 21’ 47” Bujur Timur. Pengunjuk dapat naik ke atas puncak tugu dengan tangga melingkar terbuat dari besi yang berada di tengah bangunan..
Dari puncak bangunan kita bisa melihat suasana Desa Santan Ulu. Dari puncak tugu kita juga bisa melihat searah garis lurus mengikuti garis katulistiwa, ke timur maupun ke barat. Pada lantai dasar, pengunjung dapat melihat sejumlah foto Tugu Katulistiwa di sejumlah negara yang dilintasi garis katulistiwa. Selain itu, terpasang foto bangunan tugu lama, proses renovasi dan peresmian bangunan baru pada 24 Maret 2011 lalu.
Pada tugu peresmian renovasi, Bupati Kukar Rita Widyasari tampak membubuhkan tanda tangan bersama Danrem 091 Aji Surya Natakesuma Kolonel Inf Aries Martanto. Presiden Komisaris PT Kaltim Methanol Industri, Ir Wardijasa dan Direktur Utama Toshiya Tanuguchi. 
Selain merenovasi bangunan utama, jalan menuju tugu juga dibangun dengan baik terbuat dari semen.
Di lokasi ini juga disediakan tempat parkir sehingga menambah kenyamanan pengunjung. Persis di samping tempat parkir, digambarkan peta bumi dengan garis katulistiwa berwarna merah. Garis ini mempertegas kalau itu adalah garis tengah bumi sesungguhnya.
Selain di tempat parkir, di jalan raya yang menghubungkan Samarinda dan Bontang juga digambarkan peta yang sama. Garis merah juga dibuat membelah peta tersebut mempertegas garis tengah bumi. Jika kita melintas di jalan tersebut, kita akan sadar bahwa telah melewati garis tengah bumi menuju belahan bumi yang lain.
Sebelum direnovasi, banyak orang tidak tahu kalau di lokasi ini ada tugu katulistiwa. Berkat gambar peta bumi dan garis merah yang membelahnya digambar di jalan, banyak pengendara yang lewat mengetahui jika ada tugu katulistiwa di tempat ini. Papan nama dari dua arah juga mempertegas lokasi tugu ini.
Meski baru saja diresmikan setelah direnovasi, banyak orang yang sudah berkunjung. Paling tidak banyak pengendara yang singgah beristirahat di tempat ini. Tugu ini terbuka untuk umum tanpa retribusi alias gratis. Pada hari tertentu yang ramai pengunjung seperti hari libur, bangunan utama akan dibuka. Pada hari lainnya bangunan ini terkunci rapat. 
Pemegang kunci adalah warga sekitar sehingga tidak sulit bagi kita untuk masuk. Apalagi jika datang dengan rombongan yang banyak, tentu akan dibuka.
Di lokasi ini ada satu kekurangan, tidak ada tempat untuk bersantai. Pedagang makanan pun tak ada. Ini yang banyak disayangkan pengunjung. Di sekitar lokasi tugu, juga tidak ada toko menjual makanan dan minuman. “Paling tidak ada tempat bersantai sambil makan maupun minum. Lebih bagus lagi kalau di sini ada semacam café,” ujar Abdi, pengunjung dari Bontang.
Seperti tempat wisata pada umumnya, tempat bersantai adalah lokasi yang paling dicari. Demi meningkatkan jumlah kunjungan, pengelola Tugu Katulistiwa sebaiknya menyediakan tempat bersantai. Selain bisa menikmati berada di tengah garis katulistiwa, suasana hutan yang asri juga membuat tempat ini tambah mengasyikkan.
Selanjutnya yang paling penting adalah bagaimana merawat tugu ini dengan sebaik mungkin. Akan sangat sia-sia jika hanya dalam beberapa waktu ke depan bangunan ini rusak. Tugu ini juga bisa menjadi taman pendidikan atau wisata pendidikan menambah wawasan Geografi bagi siapa saja. Aksi vandalisme juga harus dicegah karena dapat merusak keindahannya. 
Seperti tempat wisata pada umumnya yang banyak dijadikan tempat mojok pasangan muda-mudi, bangunan ini dan lokasi disekitarnya harus dicegah dari aksi mesum. Biarkan tempat ini menampilkan aura pendidikannya dengan baik. 


Wednesday, April 20, 2011

Tempat Istirahat Di Atas Gunung

Posted by awaluddin jalil | On: , | 0 komentar

Air Terjun Gunung Rambutan adalah tempat istirahat favorit bagi pengguna jalan trans Kalimantan yang menghubungkan Kaltim-Kalsel.

Bagi anda pengguna jalan darat yang ingin bepergian ke Kalimantan Selatan, tentu tidak asing lagi dengan tempat ini. Selain nyaman sebagai tempat istirahat, air terjun yang ada di gunung tersebut dapat mengurangi rasa lelah selama perjalanan. Atau setidaknya dapat menjadi pemandangan menarik jika sempat melihatnya dari dalam kendaraan.

Air terjun ini memang tidak deras dan volume air juga tidak banyak. Untuk air yang terjun juga tidak tinggi, paling tinggi hanya hampir dua meter. Namun segarnya air pegunungan membuat kesegaran tersendiri bagi yang ingin singgah. Air mengalir turun dari puncak bukit setinggi hampir 50 meter. Mendekati bagian bawah, terbentuk air terjun yang tidak tinggi. Pada bagian bawah, warga secara swadaya membuat kolam kecil sebelum air terus turun ke arah lembah.

Air yang turun volumenya berubah sewaktu-waktu, tergantung curah hujan pada hari itu. Pada musim kemarau kadang tidak ada air sama sekali. Namun inilah yang menjadi ciri khas kebanyakan air terjun di Kalimantan. Curah hujan sangat mempengaruhi volume air terjun.

Posisinya yang persis berada di pinggir jalan, membuatnya mudah terlihat. Banyak pengendara roda dua yang tak tahan hati untuk tidak singgah. Pengendara roda empat, kebanyakan kendaraan pribadi, juga tidak ketinggalan untuk singgah.

Selain itu, sejumlah warung makan juga tampak berjejer melengkapi lokasi istirahat yang nyaman. Tak banyak memang tempat-tempat seperti ini. Selain menawarkan keindahan lokasi dengan pemandangannya, juga tersedia tempat makan untuk melepas rasa lapar.

Sayangnya, jalan di sepanjang Gunung Rambutan terbilang sempit. Untuk tikungan saja, sebuah mobil harus mengalah terlebih dahulu untuk memberikan jalan sebelum bisa melintas. Tak heran jika banyak cerita tragedi kecelakaan terjadi di tempat ini.

Di lokasi air terjun sendiri, posisinya persis berada di tikungan. Ini juga salah satu alasan yang membuat sejumlah kendaraan roda empat atau lebih mengurungkan niat untuk singgah. Sulit dapat tempat parkir.

Kebanyakan yang singgah adalah pengendara roda dua. Mereka memang sengaja singgah karena dilokasi ini selain bisa beristirahat makan, juga bisa melepas penat dengan menikmati air terjun yang sejuk. Meski tidak berenang, warga di sekitar lokasi menyediakan kamar mandi yang cukup banyak. Tidak hanya itu, sebuah musholla juga tersedia berkat swadaya masyarakat.

”Saya sering singgah, kalau sangat penat, saya biasanya suka mandi. Apalagi perjalanan dari Kalsesl cukup jauh, sementara Samarinda masih beberapa jam lagi. Lumayan buat hilangkan peluh,” ujar Rafi, warga Barabai, Kalsel.

Rafi yang menggunakan sepeda motor memang menjadikan lokasi ini sebagai tempat favorit untuk disinggahi. Ia juga mengaku, kawan-kawannya yang lain sesama bikers dari Kalsel sangat suka singgah di lokasi ini.

Dari Gunung Rambutan yang cukup tinggi juga tersaji pemandangan yang indah. Hamparan hijau pepohonan membuat mata lelah selama perjalan langsung takjub dan bisa sedikit menyegarkan.

Jika sesekali anda melakukan perjalanan dari Kaltim ke Kalsel atau sebaliknya melalui jalur darat, jangan lewatkan untuk singgah sejenak. Tempat yang tepat untuk menghilangkan kepenatan selama perjalanan.

Friday, January 14, 2011

Terus Terbang Hingga Dinyatakan Tak sanggup

Posted by awaluddin jalil | On: , | 0 komentar


Kecintaan Terhadap sesuatu harus dengan konsistensi. Tak bertemu dengannya terasa ada yang kurang dalam hidup ini. Seperti profil berikut ini.

Si Gagak Tua adalah gelar yang diberikan rekan-rekanya sesama penerjun payung. Ia pun bertekad terus terbang hingga divonis tidak sanggup lagi. Sarwidi M adalah penerjun terakhir dalam rangkaian aksi terjun payung memeriahkan upacara HUT Provinsi Kaltim di stadion Sempaja, 13 Januari lalu. Dari 15 penerjun, ia mengemban misi berat. Membawa dan mengibarkan bendera merah putih. Berbeda dengan penerjun lain yang membawa bendera ucapan selamat dari berbagai Kabupaten dan Kota di Kaltim, Sarwidi harus menjaga agar agar bendera tidak menyentuh tanah.

Sesaat menjelang pendaratan, anggota Batalyon 464 Paskhas TNI AU ini terlihat sangat tenang. Maklum, anggota TNI AU berpangkat Pelda ini pemegang catatan penerbangan yang sangat prestisius, 1992 kali melakukan penerjunan. Melihat catatan ini, wajar jika ia sangat berpengalaman dan menjadi contoh sesama penerjun lain.

Karena membawa bendera merah putih, landing yang dilakukannya tidak sempurna. Ia terlihat berupaya agar bendera tetap berkibar ke arah belakang. Posisi berndera yang bergantung di bawah membuatnya harus senantiasa menjaga bendera tetap berkibar ke belakang, sebab jika gagal bendera tersebut bisa terinjak olehnya. Sesaat menjelang pendaratan, ia terlihat berupaya menjaga posisi bendera, sayang ia tidak mempersiapkan diri untuk mendarat hingga membuatnya sedikit tersungkur. Bendera merah putih sendiri tidak menyentuh tanah karena langsung disambut penerjun lain yang lebih dulu mendarat.

Pelda Sarwidi M pertama kali melakukan penerjunan pada tahun 1990. Selama itu ia terus berlatih hingga mencapai angka penerjunan yang sangat tinggi. Ia mengaku, sangat ketagihan dengan aksi berbahaya itu. Ditanya soal rasa takut, Sarwidi juga mengaku memiliki rasa takut, hanya saja terus ia lawan.

”Sebagai seorang manusia saya juga memiliki rasa takut, tapi rasa takut itu terus dilawan. Saya serahkan semuanya sama yang di atas. Kalau memang sudah waktunya, kita tidak mungkin melawan. Dengan cara seperti itu, rasa takut bisa dikendalikan,” ujarnya.

Mengenai pengalamannya selama penerjunan, sejauh ini tidak pernah mengalami peristiwa yang hampir merenggut nyawanya. Masalah yang sering terjadi adalah trouble parasut yang tidak mau mengembang. Suatu ketika dalam sebuah penerjunan, payung utama Sarwidi macet, tidak berkembang. Beruntung dalam standar operasi penerbang harus membawa dua parasut untuk mengantisipasi kemacetan parasut pertama.

”Begitu macet, parasut utama langsung saya buang. Parasut cadangan saya pakai hingga landing dengan selamat,” ujar Pria kelahiran 12 Desember 1958 ini.

Setiap penerjunan, Sarwidi memang mengaku selalu was-was. Tidak hanya soal parasut yang tidak mengembang, tapi juga soal landing. Salah mendarat juga berakibat fatal. Sejauh ini ia belum pernah mengalami masalah saat landing, kalaupun ada paling tidak parah.

”Biasanya hanya keseleo kaki, soalnya landing sering tidak sempurna,” katanya lagi.

Satu catatan lagi saat penerjunan kemarin, Sarwidi tidak menggunakan pelindung kepala. Hal ini membuktikan pengalamannya dalam penerjunan. Ia terlihat sangat percaya diri dan yakin dengan alat yang digunakannya.

Usai melakukan penerjunan, ia bersama rekannya yang lain memberikan salam komando kepada Gubernur Kaltim beserta pejabat dan unsur Muspida yang lain. Tidak hanya itu, sebagai penerjun senior, ia menyerahkan bendera merah putih yang dibawanya kepada Gubernur Kaltim.

Sarwidi sejak kecil memang tidak berniat menjadi tentara apalagi penerjun. Ia hanya berniat menjadi seorang pegawai. Usai meluluskan pendidikannya di SLTA, ia kemudian merantau dari tanah kelahirannya hingga akhirnya mendaftar menjadi tentara pada tahun 1979. Pada tahun 1990 ia melakukan penerjunan pertama kali di Bandung.

Pria beristrikan Emi Mulyani ini bertekad tidak akan berhenti menjadi penerjun. Baginya terjun payung adalah hidupnya. Kini ia dikaruniai dua orang anak putra dan putri. ”Saya terlambat menikah, mungkin karena asyik jadi penerjun. Saya menikah diusia 41 tahun,” ujarnya seraya tersenyum.

Gagak tua adalah gelar yang diberikan kepadanya. ”Mungkin karena hitam saya dikasih gelar gagak. Tua karena mungkin saya memang sudah tua,” katanya.

Ia kini telah memasuki masa pensiun karena usianya sudah lebih dari 53 tahun. Meski demikian ia bertekad untuk terus terjun payung. Pada usia pensiun, ia lebih bergelut menjadi atlit terjun payung. Beberapa event kejuaran sering ia ikuti baik nasional maupun internasional. Terakhir kejuaraan yang diikutinya adalah kejuaraan tingkat Asia-Ocenia di Solo tahun lalu.

”Saya tidak akan berhenti menjadi penerjun hingga dinyatakan tidak sanggup lagi,” tegasnya.